Jumat, 10 Juni 2016

13181178_10209536089749317_1105513551_n
(c) Baba Sujjada
Banyak yang penasaran dengan sosok manusia yang mendadak terkenal ini. Ahmad Jaini namanya. Akhir-akhir ini, meme dan photonya sering berseliweran di grup-grup medsos Trenggalek, terutama grup IST (Info Salah Tompo). Namanya sering disebut-sebut sebagai bahan becandaan. Akun kloningan yang mengatasnamakan namanya pun semakin banyak bertebaran. Akun “@Jaini” dan “@Leonardo de Jaini” salah satunya. Entah siapa pemiliknya, dan apa juga motif tujuaannya. Saya tak begitu tertarik menyelidikinya, apalagi harus sampai repot-repot menyewa detektif untuk membongkarnya. Biar Tuhan saja yang mengetahuinya.
Mungkin ada yang menganggap ini adalah sebuah pelecehan, atau setidaknya sebagai bentuk penghinaan! Terhadap hak dan privasi seseorang. Tapi tidak bagi kami kaum ‘prapatan’. Orang-orang yang sering berinteraksi langsung dengannya. Ini adalah bentuk pembelajaran. Bagaimana cara kita memandang kehidupan. Yang pernah Ahmad Jaini ajarkan.
Di dunia nyata, kami begitu menghormatinya, teramat sayang padanya. Bahkan banyak berguru kepadanya. Ini sungguhan! Dialah makhluk istimewa yang diturunkan Tuhan, di tengah-tengah manusia yang gemar bertengkar. Manusia-manusia yang terlalu serius memikirkan ruwet kehidupan. Hingga kehilangan humor-humor menyegarkan.
“Hilik’an Kang!!!”, itulah kata-kata segar yang sering keluar dari mulut Ahmad Jaini. Kata-kata yang keluar saat ia merasa dijahili oleh seseorang. Tak tersirat sedikitpun kemarahan. Ahh…. Mungkin tak lagi tersisa ruang kebencian di hatimu, Kang!!! Dengan tawa khasmu, kau telah menohok orang-orang yang mengaku dirinya waras itu, padahal ya sejatinya edan!!!
Mungkin saja banyak orang yang belum tahu keistimewaan Ahmad Jaini. (Ahh … kenapa kau terlalu polos, Kang!!! Hingga lupa cara mencitrakan dirimu dihadapan orang-orang). Ini cerita nyata. Mungkin hanya segelintir orang saja yang mengetahuinya. Ada seorang kiai besar. Tulungagung rumahnya. Beliau begitu sayang sama Ahmad Jaini. Seringkali Ahmad Jaini diajaknya ‘dolan-dolan’. Dibonceng mengendarai sepeda motor. Bahkan pernah diajak pula ke acara kondangan. Coba saja bayangkan!!!! Seorang kiai besar. Memiliki strata sosial tinggi di masyarakat. Rela membonceng sendiri Ahmad Jaini. Mengajaknya pergi ke kondangan. Layaknya seorang sahabat sepertemanan. Bayangkan!!! Kurang istimewa apa coba Ahmad Jaini ini?
Oh iya. Ahmad Jaini juga terkenal sayang terhadap anak-anak. Setiap anak kecil yang ditemui, selalu saja diakui sebagai adiknya. “Kuwi adikku,” begitulah katanya. Seringkali ia memberi apa saja yang dimiliknya, kepada anak-anak kecil disekitarnya. Bahkan suatu saat pernah membeli 2 bungkus mie instan. Lalu menyuruh saya untuk memasakkannya. Katanya mau dikasihlan kepada ‘adik’-nya, yang tak lain adalah keponakan saya sendiri.
Berbicara soal dia yang gemar memberi, kira-kira dari mana Ahmad Jaini mendapakat duitnya? Saya tak tau pasti dari mana sumber pendapatannya. Yang jelas dia jujur orangnya. Tak pernah mengambil barang yang bukan menjadi haknya. Bahkan ketika ditawari makanan, ia sering menolaknya. Bukan karena apa-apa. Karena ia merasa sedang tidak membutuhkannya. Berbeda kalau ia sedang membutuhkan. Tanpa ditawari ia akan meminta. “Buk, aku luwe,” begitulah pintanya terhadap rumah-rumah yang sering menjadi tempat ‘persinggahan’-nya. Di sinilah hebatnya. Ahmad Jaini hanya meminta ketika ia sedang membutuhkan saja. Berbeda dengan orang-orang serakah yang mengaku-ngaku sebagai manusia. Tak pernah berhenti untuk memuaskan nafsu ambisinya.
Kalau boleh menebak, mungkin saja pendapatan utamanya berasal dari hasil ‘Nyatpam’-nya di prapatan Salah Tompo. Biasanya pada sore dan malam hari. Itupun tak dilakukan setiap hari. Berbekal sempritan di tangan, ia meniup keras-keras sempritannya setiap lampu merah menyala. Mengasih kode agar mobil-mobil tak menerobos rambu-rambu yang ada. Kemudian, ia berjalan mendekati pintu jendela mobil, menyapa pengemudi dan penumpang di dalamnya, siapa tau ada sedikit iba padanya.
Tapi, seringkali masih berseliweran para setan-setan jalanan. Tak menghiraukan aba-aba dari Ahmad Jaini. Berjalan kencang menerobos rambu-rambu yang ada. Kalau sudah begini, Ahmad jaini hanya bisa ‘misuh-misuh’,”Kurang ajar!!!! Hilik’an kang!!!”.
Berbicara soal Ahmad Jaini memang tak pernah ada habisnya. Kopyah, Baju Takwa, dan Sarung sudah menjadi identitasnya dalam berpakaian. Kalau sedikit lebih teliti, kalian pasti akan ‘ngeh’ kalau selama ini Ahmad Jaini selalu menenteng tas di tangan kanannya. Mungkin kalian penasaran apa yang dibawanya? Saya kasih bocorannya saja ….. Yang dibawa adalah kitab Iqro’, kaset takbiran, sholawatan, dan satu lagi yang tak ketinggalan, kaset jaranan!!!! Gak tahu juga, kenapa yang dibawa selalu saja itu.
Tapi yang saya tahu, Ahmad Jaini sangat suka dengan yang namanya takbiran. Setiap ketemu saya, selalu saja tanya kapan waktunya takbiran. “Ba, tekbire sek suwi?” Tentu saja ini bukan hanya ‘abang-abang lambe’ saja. Karena setiap malam takbiran, dia bisa mengumandangkan takbir hingga waktu subuh menjelang. Sendirian. Tanpa rasa kantuk yang menyerang. Hebat, bukan?
Kehebatannya mungkin semakin afdhol kalau kita mengetahui bahwasanya dia adalah seorang pengembara sejati. Dia ada di mana saja. Kadang di pasar Pon Trenggalek, kadang  di perempatan Durenan, kadang juga di pasar Wage Tulungagung. Banyak cara dia bermobilisasi. Terkadang naik bus, jalan kaki, bahkan naik ojek segala!!! Tentu saja, banyak kondektur dan tukang ojek yang mengenalnya. Mereka juga gak segan-segan mengantarkan Ahmad Jaini sampai tempat tujuannya. Karena mereka tahu, Ahmad Jaini selalu membayar jasa mereka dengan uang. Meskipun recehan.
Kini Ahmad Jaini sudah melabuhkan pengembaraannya. Prapatan Salah Tompo-lah menjadi pilihannya. Prapatan dengan segala dinamikanya, kini menjadi area kekuasaanya. Kalau jalanan Malioboro memiliki presiden bernama Umbu Landu Paranggi, maka Prapatan Salah Tompo memiliki presiden yang bernama Ahmad Jaini!!!
Tetap semangat, walau hidup terkadang hilik’an!!! “In Ahmad Jaini we all trust ….!” (*)
*) Baba Sujjada, pegiat Literasi di Quantum Litera Center (QLC); penyuka mbolang  terutama naik gunung.
Pernah dimuat di https://literasitrenggalek.wordpress.com

0 komentar :

Posting Komentar